Skip to main content

Through The Bird’s Eyes



Sinar matahari mulai menghangatkan pagi. Kudengar para tetangga berkicau dengan merdu, tak kalah riuh dari suasana rumahku. Sejenak aku memandang jendela di depan rumahku. Lampu kamarnya masih menyala. Beberapa menit kemudian sang penghuni kamarpun mematikannya. Lalu aku melihat seorang anak perempuan berlari keluar rumah. Ia menuju teman-temannya yang sudah menunggu. Dia tersenyum, senyum manis yang sangat jarang aku lihat. Kemudian dia berjalan bersama teman-temannya. Mereka menuju ke suatu tempat yang bernama sekolah, itu yang aku dengar dari orang-orang. Aku memandang sejenak jendela yang tetap tertutup di depanku, kemudian kembali dengan aktivitasku, menyiapkan sarapan untuk keluargaku.
Hari mulai gelap, sebentar lagi pemilik kamar itu pasti akan menyalakan lampu kamarnya. Tak sampai hitungan menit aku melihat cahaya lampu menerobos jendela kamar di depan rumahku itu. Aku bisa melihat aktivitas si penghuni kamar melalui bayangan yang terpantul dari sana. Kegiatan yang hampir sama setiap harinya. Malam telah larut, lampu kamar di depan rumahku akan segera padam. Penghuni kamar itu pun akan terlelap dalam tidurnya hingga mentari pagi kembali menyapa. Dan aku akan melihat lagi cahaya dari kamar itu menyala dan padam kembali. Lalu sang penghuni kamar itu akan berlari keluar menuju teman-temannya untuk berangkat ke sekolah.
Aku merasa matahari lebih bersemangat hari ini. Ada yang sedikit berbeda di hari Minggu ini. Pemilik kamar di depan rumahku masih tetap berada di dalam kamarnya padahal hari sudah cukup siang. Aku tahu karena aku melihat lampu kamarnya masih menyala. Aku memandangi jendela kamar itu cukup lama. Ada yang aneh, jendela itu sedikit terbuka. Semakin lebar hingga aku bisa melihat sang penghuni kamar tepat berada di depan kusen jendela itu sambil menikmati secangkir cokelat panas di tangannya. Angin berhembus lembut menggerakkan rambut hitam anak itu sehingga menutup sebagian wajahnya yang manis. Dia menyibakkan rambutnya dengan satu tangannya. Dia mengedarkan pandangan ke sekeliling. Dia menahan pandangannya sejenak ke arahku dan tersenyum. Senyum yang sangat manis.
"Selamat pagi!"
Aku dengar dia mengatakan itu. Dan aku yakin salam itu ditujukan padaku, karena tak ada siapapun selain aku dan keluargaku di sini. Aku tersenyum, mencoba membalas salamnya meski mungkin dia tidak mengerti maksudku. Dia hanya tertawa kecil lalu hanyut dalam pikirnya sendiri. Entah apa aku tak tahu.
Pagi yang biasa, mungkin, kecuali saat aku mendengar suara jendela kamar di depan rumahku terbuka. Seorang gadis manis tengah menarik nafas dalam sambil memejamkan matanya. Suatu yang langka yang tak pernah kutemui sebelumnya. Dia telah membuka jendelanya pagi-pagi bahkan sebelum matahari benar-benar bangun dari tidurnya. Dia membuka mata saat mendengar anak-anakku mulai riuh meminta sarapan. Dia melihat ke arah kami dan tersenyum,
"Selamat pagi!"
Salam yang sama lagi, dan aku masih yakin itu ditujukan padaku dan keluargaku.
"Humm...pagi-pagi sudah ramai ya, sedang menyiapkan sarapan ya?" tambahnya.
Kalimat terpanjang yang pernah aku dengar darinya. Dan itu pertanyaan tentang kami. Dia masih tak mengalihkan pandangannya dari rumah kecilku yang berada tepat di depan jendela kamarnya. Entah apa yang dia amati, dia sesekali tersenyum.
"Baiklah, aku harus bersiap ke sekolah sekarang. Sampai jumpa!"
Itu kalimat yang aku dengar kemudian. Dan seperti biasa aku akan melihatnya berlari keluar rumah bersama teman-temannya menuju tempat yang dia sebut sekolah. Tapi hari ini aku melihat jendela kamarnya tetap terbuka sehingga aku dapat melihat seluruh isi kamarnya yang selama ini hanya aku lihat bayangannya saja.
Sore ini pun beda. Gadis itu kembali menghampiri jendela kamarnya dan menyapaku.
"Selamat sore, seharian ini apa saja yang kalian lakukan?"
Aku seakan tak percaya pada apa yang kudengar. Dia memperhatikan keberadaanku. Bahkan dia membagi sepotong roti kecil yang ada ditangannya kepada kami. Dia mulai bercerita lagi, meski aku tak mengerti seluruhnya tapi aku yakin dia merasa senang. Terlihat dari senyum dan tawa kecilnya yang sering menghiasi wajahnya. Begitu dengan hari-hari setelahnya. Dia akan selalu menyapa kami sekedar memberi salam dan bercerita.
"Humm, nyanyian kalian merdu sekali,"
Itu yang sering dia katakan di pagi hari. Lalu dia akan pergi dengan tetap membiarkan jendela kamarnya terbuka. Lalu dia akan pulang dan menyapa kami kembali. Selalu dengan senyum yang semakin manis. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi aku senang karena dia mulai menemukan kebahagiannya. Dan aku menyukainya. Aku bersyukur dan tidak pernah menyesal menjadi tetangga yang bersarang di depan jendela kamarnya,,,,,

Comments

Popular posts from this blog

Setitik Asa yang Tertinggal

Impian.  Setiap orang berhak mempunyai mimpi. Bahkan sebagian orang menganggap itu kewajiban. Karena impian itulah yang menjadi alasan untuk bertahan hidup. Alasan untuk tetap berjuang dalam keadaan tersulit sekalipun. Tak jarang orang mengorbankan segalanya demi mewujudkan mimpi itu.  Tapi jalan tak selalu mulus. Pendirian tak melulu teguh. Badai yang datang kadang membuat keyakinan runtuh. Putus asa dan menyerah. Karena manusia hanyalah makhluk lemah. Walau mencoba sekuat apapun, rasanya hanya ingin menyerah. Seperti aku di kala itu. Aku menyerah. Kubuang mimpiku yang telah sejak lama kudamba. Walau tak serta merta jatuh, aku tak ingin tau lagi tentang keinginan itu. Aku hanya ingin bahagia saat ini.  Kutantang dunia dengan keangkuhanku. Aku tertawa, menjelajah waktu seperti waktu-waktu yang lalu. Seolah aku memang benar-benar aku. Hariku tetap indah, penuh canda dan tawa. Tapi kusadari ada sudut hatiku yang hampa. Saat kusembunyikan malam-malam senduku, tangisk

GARWA -siGARaning nyaWA-

Sayang, ada banyak kecemasan yang aku rasa ketakutan dan keraguan melangkah tapi bersamamu, aku tak merasa resah karena kamulah yang aku tuju di sisimu adalah impianku semua hal tentangmu adalah hidupku jadikan aku wanitamu separuh dari jiwamu belahan hati dalam hidupmu melengkapi separuh din-mu ...

Monster

"anata wa ... Monsuta desu ka" Pada suatu hari sebuah UFO yang dikendarai monster luar angkasa mendarat di bumi. Pesawat mereka rusak sehingga mereka tidak bisa kembali ke planet mereka. Teknologi yang ada di bumi juga tak bisa memperbaiki pesawat mereka. Akhirnya mereka memutuskan untuk tinggal di bumi. Para monster senang bertemu dengan manusia tapi manusia malah ketakutan dan berkata sambil gemetar,"Apa kalian monster?" Para monster tidak ingin membuat manusia takut karena itu mereka memutuskan untuk menjadi seperti manusia. Tidak hanya sikap dan perilaku, para monster juga berevolusi dan memiliki wujud seperti manusia. Dan merekapun bisa hidup berdampingan dengan damai bersama manusia. Hingga suatu hari manusia mengadakan perang dengan monster. Monster yang tidak menginginkan pertumpahan darah kemudian mengungsi ke hutan dan membuat pemukiman sendiri jauh dari manusia. Mereka hidup di sana dengan aman dan damai sampai beberapa generasi. Tapi semua ber